Analisyis pribadi :
1a. Pengertian “Cyberspace” :
1. ‘Cyberspace’ adalah sebuah: “ halusinasi yang dialami oleh jutaan orang setiap han
(berupa) representasi grafis yang sangat ompleks dan data di dalam sistem
pikiran manusia yang diabstraksikan melalui bank data setiap komputer”.
(Gibson, Neuromancer 1993).
2. Cyberspace
adalah sebuah ‘ruanQ imaiiner’ atau ‘maya’ yang bersifat artifisial,
di mans setiap orang
melakukan apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial seha& han
dengan cara yang baru. (Howard Rheingold)
3. Yang disebut
‘ruang’ (space) di dalam cyberspace adalah ‘data soace’, yaitu ruang
imajiner yang terbentuk oleh bit-bit atau bytes. Jadi, ía bukan ruang ‘fisik’
4. Cyberspace
terdiri dan dua kategori ‘ruang’, yaitu ‘private cyberspace’ (‘ruang’ yang
hanya dapat diases oleh individu tertentu) dan ‘public cyberspace’ (wang
yang dapat diases oleh umum)
Keterbatasan Tubuh, Dunia Fisik clan Public Space
1. ‘Public
sphere’ adalah sebuah ‘ruang sosial’ yang terbuka, dan di dalamnya masyarakat
dapat membangun opini dan mengekspresikan dirinya secara bebas, tanpa ada
tekanan atau pemaksaan (coersion) oleh siapapun. (Habermas)
2. Menurut
cyberist, ads keterbatasan tubuh dalam mengekspresikan din
(hasrat) di dunia nyata, yaitu keterbatas ‘ruanci’ dan ‘wa!ctu’. Ada
hasrat manusia yang tidak bisa diekspresikan~ di d~lam keterbatasan ‘ruang’ dan
‘waktu’ tersebut.
3. Ruang flsik (termasuk public
space) tidak dapat memecahkan keterbatasan ruang dan waktu tersebut. Bahkan
keterbatasn ruang ftsik (sempitnya lahan, dsb) telah menciptakan kondisi ketidakbebasan
tubuh, bahkan represi tubuh (pengusiran, penggusuran, pembongkaran). Ruang
publik pads kenyataannya dianggap masih bersifat menekan, memaksa, jadi tidak
membenkan ‘kebebasan’ yang diinginkan.
4. Ruang ftsik
yang diciptakan peradaban modern yang rasional, menjadi salah satu
penyebab runtuhnya ikatan keluarga dan sosial, yang menciptakan berbagai bentuk isolasi,
keterasingsn, kesepian dan alienasi.
5. Dunia ftsik dibentuk oleh ‘aeo
code’ (kode geografi), yaitu kode ruang dan ‘teritonial’ yang di dalamnya
dibentuk berbagai ‘posisi sos~al’ (kelas, status, prestise). Kode geografi
menjadi tujuan dan ‘spasialisasi sosial’. Geo code membentuk ‘kelas-kelas
sosial’ dan kelompok-kelompok ‘gays hidup’ yang terdiferensiasi.
6. Arsitektur
merepresentasikan pengelompokan sosial berdasarkan profesi, ketas, gender, dan
status, sehingga di dalamnya dikonstruksi secara sosial semacam ‘diskniminasi sosial’.
Potensl Public Cyberspace
1. Memecahksn
persoalan matenialisme, dan konsumenisme. Masyarakat pos-industn menciptakan budaya ‘konsumensme’ yang berbasis ‘materialisme’, bahwa kebehagiaan hidup manusia
dicapai tewal ‘dunia maten’. Cyberspace
menciptakan kebahagian hidup bukan lewet ‘benda-benda
materi’ tetapi lewat ‘benda-benda virtual’.
2. Oleh sebeb itu di mass
depan, cyberspace dapat memecahkan persoalan ekp(oais yang ditimbulkan oleh budaya materialisme dan konsumenisme, oleh karena landasan produksi cyberspace bukanlah ekspiorasi sumber daya (mateni), melainkan
eksplorasi fantasi.
3. Transfotmasi Gaya Hidup. Cyberspace menczhancurkan aeocode, dan menciptakan semacam ‘gays hidup artifisial’ dan ‘egalitanan’ yang tidak dikungkung oleh kepemilikan ruang, bends materi, sebab spa yang disebut ‘place’, ‘ruang dan ‘gays hidup’ di dalam dunia maten tidak lagi bermakna di dalam cyberspace.
4. Mengurangi persoalan AIDIHIV. Hubungan seksual lewst jaringan internet (telediidoriic) mengurangi dampak klinis dan hubungan
seksuat bebas yang berbasts ftsik, meskipun muncul persoalan barn psikis dan reproduksi.
5. Menpyrangi
kpnflik sosial, ekonorni den
politik. Perebutan terhadap ‘space’ den tenitonal’ di
dalarn dunia fisik seningkali menimbulkan konflik
sosial bahkan perang. Di daiam cyberspace ticiak ads
perebutan tenitonial dalam pengertian ftsik, sehingga dampak konflik akibat
perebutan ruang fisik dapat dikurangi.
6. Terbebas dan ‘urban decay’ dan ‘social
disintegration’. Persoalan kemacetan, kepadatan penduduk, sampah, merupakan persoalan kota besar yang dapat dikurangi bila sebagian kehidupan
ftsik dialihkan ke dalarn kehidupan virtual.
7. Memecahakan
persoalan kebebasan dan demokrasi. Cyberspace menjadi sebuah ‘public sphere’ vana ideal, yang
tidak dapat ditemukan di dalam kehidupan
nyata.
B. Bahaya Public
Cyberspace
1. Bahaya utama
cyberspace adalah bila orang memasuki ‘taoal batas’ (border) yang seharusnya
tidak ia lewati (batas hasrat, fantasi, kesenangan, gairah). Melewati tapal
batas berarti menjadi over, menjadi hyper atau menjadi ekstnim.
Sayangnya, justeru tiga sifat inilah yang menjadi sifat utama cyberspace.
2. Ia menciptakan
‘cyber selfishness’, seorang yang tidak bertanggungjawab secara sosial.
3. Pada
kenyatannya ‘egalitanianisme’ itu tidak terbentuk, sebab tetap saja ada elit
yang mendominasi komunikasi cyberspace. Tetap terjadi ‘Cvber Western
Imperialism’.
4. Eksklusivitas
tetap menjadi sifat cyberspace, sebab ases tetap terbatas untuk orangorang
tertentu.
5. ‘Kebaruan’
(newness) menjadi obsesi utama cybenis, sehingga terjadi semacam pemuiaan
terhadap masa depan’ (future worship), dan sebaliknya pelecehan terhadap
masa lalu, tradisi, nilai moral, dan keanifan budaya, yang dianggap sebagai
nonsense.
6. ‘Cvbercnme’
dan ‘cyberviolence’ tetap menjadi kejahatan masa depan, bahkan Ia mendapatkan tempatnya yang
Iebih ‘aman’, karena sifat cyberspace yang tanpa alamat.
7. Cyberporn’
menjadi persoalan moral masa depan,disebabkan cyberspace yang tanpa identitas.
8. Cvberanarchy’
adalah persoalan lain, disebabkan belum dipecahkannya persoalan ‘kontrol
sosial’ (social control), dan persoalan hukum di dalam cyberspace.
9. Cyberspace
menjadi ajang ‘kebnutalan semiotik’ (semiotic violence): orang saling
merusak, mendistorsi, menghancurkan, mempermainkan, mempelesetkan tanda-tanda
(wajah, simbol, dsb).
10. Cyberspace
menjadi ‘saluran bebas hasrat’ yang tak terkendali (enerji seksual, enerji
kejahatan, paranoia, sadisme, kedangkalan, perversi) yang menemukan tempatnya
yang ideal di dalam ruang yagn tanpa pembatasan.
Cyberspace adalah
sebuah dunia tanpa ruang. Dunia maya yang menghubungkan pikiran dan kehendak
jutaan manusia melalui jaringan komputer yang digerakkan oleh partikel
fundamental bernama bit. Bit merupakan unsur atomik terkecil dalam DNA
informasi, disimbolkan dalam oposisi biner 1 dan 0 (berarti “hidup-mati”,
“hitam-putih, “atas-bawah”, “real-unreal”, dan lainnya).
Dunia tanpa ruang bernama cyberspace itu berada dalam sebuah jaringan yang kita kenal sebagai Internet. Sesuatu yang disebut William Gibson dalam novelnya Neuromacer (1984) sebagai “the Information Superhighway” atau “the Matrix”. Di mana setiap orang bisa melakukan apa saja; dari bertukar surat melalui e-mail, bertransaksi jarak jauh yang menembus batas-batas teritorial negara, teleconference, telcommuting, sampai melakukan hubungan seks “virtual” melalui cybersex dalam virtual reality.
Fenomena inilah yang mengawali transformasi kebudayaan pascaruang. Sebuah kebudayaan maya (cyberculture) yang mengusung nilai-nilai alternatif yang sama sekali baru. Dalam era kebudayaan pascaruang ini, kita akan menyaksikan bagaimana kehidupan manusia berubah secara drastis. Tidak hanya dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam dunia sosial.
Kita melihat bagaimana transaksi ekonomi tidak lagi dilakukan face to fece melainkan dilakukan di depan layar monitor dengan memasukkan beberapa digit angka nomor kartu kredit, atau bagaimana karya Monalisa milik Leonardo Da Vinci tidak lagi hanya bisa dinikmati di Museum Louvre Paris tetapi di depan layar komputer di rumah kita. Bahkan teknologi cyberspace telah menawarkan sesuatu yang lebih fantastis, virtual reality; seperti ketika Anda bisa berjalan-jalan ke seluruh penjuru dunia untuk melihat-lihat pemukiman di Princenton atau iseng-iseng menengok Yacht milik Saddam Hussein (misalnya) dari kamar tidur kita dengan hanya menekan tombol mouse dan keyboard komputer melalui fasilitas Google Earth.
Kita mungkin berdecak kagum menyaksikan bagaimana cyberspace dan teknologi komputer memperlihatkan teknologi yang begitu canggih dan mutakhir. Hanya dengan kumpulan informasi dalam bit, kabel-kabel, telepon, satelit, jaringan, modem, server, dan alat-alat teknologi lain kita bisa memasuki sebuah ruang tanpa batas dan melakukan apa saja yang beberapa puluh tahun lalu dibayangkan oleh orang-orang sebelum kita sebagai mimpi yang mustahil.
Tetapi yang menarik untuk dibahas saat ini bukan sekedar kecanggihan teknologi informasi (cyberspace) saja. Bukan pula kabel-kabel, chip, atau jaringan yang berseliweran di sekeliling kita dan memiliki jalin kelindan yang kompleks dan rumit. Hal yang menarik untuk dikaji lebih jauh adalah bagaimana transformasi kebudayaan pascaruang yang dibawa cyberspace itu telah menjadi penanda bagi kematian sosial.
Cyberspace dan cyberculture diam-diam telah menyanyikan kidung kematian bagi sosial.
Kini kita tidak lagi menemukan manusia-manusia sosial yang memiliki kepedulian dan sensitivitas, kita juga tidak menemukan adanya hubungan yang baik antarmasyarakat dalam pertukaran kepentingan mereka dalam sebuah kebudayaan lokal, nasional, maupun global. Kita hanya melihat orang-orang saling berkirim surat (e-mail) namun tak pernah saling bertemu, orang-orang saling bertukar barang tetapi tak saling mengenal, dan lainnya.
Bayang-bayang kematian sosial telah diperlihatkan cyberculture ketika orang-orang lebih merasa hidup dan memiliki identitas di ruang sosial artifisial—dalam mailng list, chat forum, atau Friendster©—tidak dalam ruang sosial (social sphare) yang sesungguhnya.
“Dalam kematian sosial setiap orang akan sepenuhnya hidup di dalam ruang sosial artifisial, dan menjalankan segala aktivitas di dalamnya dalam wujudnya yang artifisial: bermain dalam kelompok permainan virtual, belanja lewat teleshoping, bertemu dalam teleconference, memuaskan nafsu di dalam cybersex, melakukan kejahatan digital (hacker), atau menghabiskan waktu dalam kuis-kuis televisi.
Dalam dunia sosial, budaya beroperasi melalui serangkaian nilai yang disepakati bersama. Dalam masyarakat dimana kebudayaan telah bertransformasi menuju kebudayaan pascaruang cyberspace, nilai-nilai yang disepakati bersama itu sudah tidak lagi ada. Ia digantikan oleh perang kepentingan tanpabatas yang setiap hari berseliweran dan saling mengungguli satu sama lain atau saling merusak satu sama lain. Maka muncullah istilah-istilah cyberspace yang—sebenarnya terjadi di dunia maya namun—mengganggu dunia nyata: hacking, hoax, spam, fraud, dan lainnya.
Ketika kita dituntut untuk meng-update antivirus setiap tiga minggu sekali agar data-data virtual kita terselamatkan, cyberspace telah benar-benar mengajak kita—dan seluruh umat manusia—untuk bertransformasi menuju kebudayaan pasca ruang dan bersama-sama menyanyikan kidung kematian sosial.
Ketika peserta forum diskusi menyurut karena berhijrah ke dalam chat forum di Internet, ketika pasar-pasar semakin sepi karena masyarakat mulai menggandrungi teleshoping, ketika semua mulai berpindah ke dunia cyber, kita akan bergerak menuju “kesadran pascaruang” sambil mendengar kidung kematian sosial yang tak henti-hentinya dinyanyikan.
Dalam situasi kematian sosial smacam ini, tidak menutup kemungkinan segala bentuk instrumen kehidupan yang berada di bawah kehidupan sosial—politik, seni, hubungan internasional, dan lainnya—akan turut terpengaruh. Dalam makalah ini, penulis lebih memfokuskan pada pengaruh kematian sosial ini terhadap dunia hubungan internasional. Baik itu hubungan internasional sebagai sebuah studi, tindakan, seni, atau aktor-aktor yang menjalaninya.
C. penjelasan tentang Cult of The Ded Cow :
Cult of the dead cow , juga dikenal
sebagai CDC atau CDC Communications , adalah seorang hacker komputer dan
organisasi media yang DIY didirikan pada tahun 1984 di Lubbock , Texas .
Kelompok ini mempertahankan weblog di situsnya , juga berjudul " Cult of
the Dead Cow " . Media baru yang dirilis pertama melalui blog , yang juga
memiliki fitur pikiran dan pendapat dari anggota kelompok .
Untuk lebih tujuan Cult
menyatakan "Global Dominasi Melalui Media Saturation , " selama
bertahun-tahun anggota CDC telah memberikan wawancara untuk surat kabar utama ,
majalah cetak , situs berita online, dan program berita televisi internasional
.
CDC komunikasi
adalah induk organisasi dari Cult of the Dead Cow , salah satu dari tiga
kelompok yang termasuk dalam komunikasi CDC. Dua lainnya adalah Strike Force
Ninja dan Hacktivismo .
Ninja Strike Force
Pada tahun 1996
, CDC mengumumkan kelahiran nya Ninja Strike Force , sebuah kelompok "
ninja" yang didedikasikan untuk mencapai tujuan dari CDC , sebuah gugus
tugas intervensi baik secara online maupun offline. [ 6 ] CDC membuka NSF Dojo
pada tahun 2004 . Sebuah " NSF Dojo " Anggota juga mengoperasikan
stasiun radio streaming, yang menampilkan rekaman presentasi hacker con dan
program pendidikan lainnya di samping berbagai gaya musik dan seniman .
Keanggotaan dalam NSF diberikan
oleh CDC untuk orang-orang yang menonjol dalam dukungan mereka dari CDC dan
cita-citanya . Anggota diakui untuk kemampuan mereka , kemampuan , dan menjadi
yang terbaik dari yang terbaik dalam keterampilan mereka .
Hacktivismo
Pada akhir tahun
1999 , CDC menciptakan Hacktivismo , sebuah kelompok independen di bawah CDC
komunikasi payung yang didedikasikan untuk penciptaan teknologi anti - sensor
sebagai kelanjutan dari hak asasi manusia di Internet . Keyakinan kelompok ini
sepenuhnya dijelaskan dalam The Hacktivismo Deklarasi , yang berusaha untuk
menerapkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik ke Internet . [ 7 ] Di antara keyakinan
Hacktivismo termasuk akses ke informasi sebagai hak dasar manusia . Organisasi
sebagian saham Kritis Seni Ensemble ( CAE ) keyakinan dalam nilai kerahasiaan ,
namun tantangan baik dengan CAE dan banyak hacktivists tentang masalah
pembangkangan sipil . Model CDC , sebaliknya, salah satu kepatuhan mengganggu [
8 ] Mengganggu , dalam hal ini , mengacu pada teknologi mengganggu , .
Kepatuhan merujuk kembali ke Internet dan maksud aslinya konstruktif aliran
bebas dan keterbukaan [ 9 ] Hacktivismo memiliki juga . menulis perjanjian
lisensi perangkat lunak sendiri , perjanjian lisensi Perangkat Lunak Ditingkatkan
- sumber Hacktivismo , yang merupakan sumber yang tersedia ( tapi tidak open
source ) . [ 10 ] karya mereka berfokus pada pengembangan perangkat lunak yang
memberdayakan perilaku dilarang oleh represi , daripada memungkinkan ( swasta
atau publik) serangan terhadap represor . [ 8 ] Secara umum CDC berharap bahwa
kode terbuka dapat menjadi lingua franca dari hacktivism yang berusaha untuk
mengobarkan perdamaian , bukan perang . Sementara istilah ini tidak digunakan ,
perangkat lunak yang dijelaskan di CDC " pengupahan Damai di Internet
" akan menciptakan satu set hubungan antara pembangkang.
Kesimpulan : Cult of the dead cow ,merupakan sejenis
social politik yang berpusat pada tindakan hacking kedalam system computer
untuk mengekspresikan tujuan mendapatkan akses pada informasi prorietry atau
memberikan gangguan pada system tersebut sehingga tidak dapat beroperasi secara
efisen .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar